photo 1798095_10200699501448464_1171711221_n_zpsmnk0iyem.jpg





Fisafat manusia atau antropologi filsafat adalah bagian integral dari system filsafat, yang secara spesifik meyoroti hakikat atau esensi manusia. Secara ontologism filsafat manusia sangat penting karena mempersoalkan secara spesifik persoalan asasi mengenai esensi manusia.

Filsafat manusia adalah filsafat yang mengupas apa arti manusia sendiri, ia mencoba mengucap sebaik mungkin apa sebenarnya makhluk itu yang disebut “manusia”, istilah filusuf manusia atau “antropologi filusuf”(antropos dalam bahasa Yunani berarti manusia) tampak lebih eksok karena apa yang di pelajari dengannya
adalah manusia sepenuhnya, roh serta badan jiwa serta daging.
Filsafat manusia sebagaimana juga ilmu-ilmu tentang manusia mengkaji secara merial gejala-gejala manusia., yaitu menyelidiki, menginterpretasi dan memahami gejala-gejala atau ekspresi-ekpresi manusia.. Ini berarti bahwa gejala atau ekspresi manusia, baik merupakan objek kajian untuk filsafat manusia maupun untuk ilmu-ilmu tentang manusia.

Setiap cabang ilmu-ilmu tentang manusia mendasartkan penyelidikannya pada gejala-gejala empiris, yang bersiofat objektif dan bisa diukur dan gejala itu kemudian diselidiki dengan menggunakan metode yang bersifat observasional dan atau eksperimental. Sebaliknya filsafat manusia tidak membatasi diri pada gejala empiris. Bentuk atau jenis gejala apapun tentang manusia sejauh bisa dipikirkan dan memungkinkan untuk dipikirkan secara rasional, bisa menjadi bahan kajian filsafat manusia.

Aspek-aspek, dimenasi-dimensi atau nilai-nilai yang bersifat metafisis, spritual dan universal dari manusia yang tidak bisa diobservasi dan diukur melalui metode-metode keilmuan, bisa menjadi bahan kajianterpenting bagi filsafat manusia. Aspek itu suatu hal yang hendak dipikirkan, dipahami dan diungkap maknanya oleh filsafat manusia.

Filsafat manusia tidak mungkin hanya menggunakan metode yang bersifat obsrervasionbal dan eksperimental karena luasnya cakupannya. Observasi dan eksperimentasi hanya mungkin dilakukan, kalau gejalanya bisa diamati (empiris), bisa diukur (misalnya dengan menggunakan metode statistik) dan bisa dimanupulasi (misalnya di dalam eksperimen-eksperimen di laboratorium). Sedangkan aspek dan dimensi metfisis, spritual dan universal hanya bisa diselidiki dengan menggunakan metode yang lebih spesifik, misalnya melalui sintesis dan refleksi.

Sintesis dan refleksi bisa dilakukan sejauh gejalanya bisa dipikirkan. Dan kerana apa yang bisa dipikirkan jauh lebih luas daripada apa yang bisa diamati secara empiris, maka pengetahuan atau informasi tentang gejala manusia di dalam filsafat manusia, pada akhirnya, jauh lebih ekstensif (menyeluruh) dan intensif (mendalam) dari pada informasi atau teori yang didapatkan oleh ilmu-ilmu tentang manusia.

Filsafat Manusia secara umum bertujuan menyelidiki, menginterpretasi dan memahami gejala-gejala atau ekspresi-ekspresi manusia sebagaimana pula halnya dengan ilmu-ilmu tentang manusia (human studies). Adapun secara spesifik bermaksud memahami hakikat atau esensi manusia. Jadi, mempelajari filsafat manusia sejatinya adalah upaya untuk mencari dan menemukan jawaban tentang siapakah sesungguhnya manusia itu? Obyek kajiannya tidak terbatas pada gejala empiris yang bersifat observasional dan atau eksperimental, tetapi menerobos lebih jauh hingga kepada gejala apapun tentang manusia selama bisa atau memungkinkan untuk dipikirkan secara rasional.

Metode Mempelajari Filsafat Manusia:
(1) Sintesis, yakni mensintesakan pengetahuan dan pengalaman kedalam satu visi yang menyeluruh tentang manusia
(2) Refleksi, yakni mempertanyakan
esensi sesuatu hal yang tengah direnungkan sekaligus menjadikannya
landasan bagi proses untuk memahami diri sendiri (self understanding).
Ciri-ciri Filsafat Manusia:
(1) Ekstensif, yakni mencakup segala
aspek dan ekspresi manusia, lepas dari kontekstualitas ruang dan waktu.
Jadi merupakan gambaran menyeluruh (universal) tidak fragmentaris
tentang realitas manusia
(2) Intensif, yakni bersifat mendasar dengan mencari inti, esensi atau akar yang melandasi suatu kenyataan; dan
(3) Kritis, atau tidak puas pada
pengetahuan yang sempit, dangkal dan simplistis tentang manusia.
Orientasi telaahnya tidak berhenti pada “kenyataan sebagaimana adanya”
(das Sein) tetapi juga berpretensi untuk mempertimbangkan “kenyataan
yang seharusnya atau yang ideal) (das Sollen).

Manfaat Mempelajari Filsafat Manusia:
(1) Praktis, mengetahui tentang apa atau
 siapa manusia dalam keutuhannya, serta mengetahui tentang apa dan siapa
 diri kita ini dalam pemahaman tentang manusia tersebut dan

(2) secara Teoritis, untuk meninjau
secara kritis beragam asumsi-asumsi yang berada di balik teori-teori
dalam ilmu-ilmu tentang manusia.

Diharapkan dengan mempelajari filsafat
manusia, seseorang akan menyadari dan memahami tentang kompleksitas
manusia yang takkan pernah ada habisnya untuk senantiasa dipertanyakan
tentang makna dan hakikatnya. Sejauh “misteri” dan “ambiguitas” manusia
ini disadari dan dipahami, seseorang akan menghindari sikap sempit dan
tinggi hati.


0 komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

 
Lensa @ kesadaran © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger Shared by Themes24x7
Top