photo 1798095_10200699501448464_1171711221_n_zpsmnk0iyem.jpg




Setiap Penyakit ada obatnya hadits riwayat Muslim. Diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Abu Zubair, dari Jabir bin Abdillah, dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda : “Masing-masing penyakit pasti ada obatnya. Kalau obat sudah mengenai penyakit, penyakit itu pasti akan sembuh dengan izin Allah SWT.”

Dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim dari ‘Atha, dari Abu Hurairah bahwa ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, melainkan Dia menurunkan obatnya.”

Sementara dalam Musnad Imam Ahmad disebutkan hadits dari Ziyad bin Ilaqah, dari Usman bin Syuraik diriwayatkan bahwa ia menceritakan, “Suatu saat aku sedang berada bersama Nabi SAW, tiba-tiba datanglah beberapa lelaki badui. Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kami boleh berobat?” Beliau menjawab, “Betul hai para hamba Allah, bertobatlah! Karena setiap kali Allah menciptakan penyakit, pasti Allah juga menciptakan obatnya, kecuali satu penyakit saja.” Mereka bertanya, “Penyakit apa itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab “Lanjut Usia.” Dalam lafazh lain disebutkan, “Setiap kali Allah menurunkan penyakit, Alah pasti menurunkan penyembuhnya. Hanya ada orang yang mengetahuinya dan ada yang tidak mengetahuinya. “

Dalam Musnad Imam Ahmad juga diriwayatkan dari Abu Mas’ud secara marfu’, “Setiap kali Allah menurunkan penyakit, Allah pasti menurunkan penyembuhnya. Hanya ada orang yang mengetahuinya dan ada yang tidak mengetahuinya.”



Sementara dalam Musnad dan As-Sunnah diriwayatkan dari Abu Khuzamah ia menceritakan, “Aku pernah bertanya, “Wahai Rasulullah! Apakah engkau membolehkan kami melakukan ruqyah (pengobatan dengan Al-Qur’an) atau melakukan pengobatan dengan suatu obat, atau melakukan penangkalan penyakit? Apakah itu dapat menolak takdir Allah?” Beliau menjawab, “Justru semua itu adalah takdir Allah.”
Makna Setiap Penyakit Ada Obatnya

Hadits-hadits di atas mengandung pengabsahan terhadap adanya sebab musabab dan sungguhan terhadap orang yang menolak kenyataan tersebut. Ungkapan, “Setiap penyakit pasti ada obatnya,” artinya bisa bersifat umum sehingga ternasuk di dalamnya penyakit-penyakit mematikan dan berbagai penyakit yang tidak bisa disembuhkan oleh para dokter karena belim dutemukan obatnya. Padahal Allah telah menurunkan obat untuk penyakit-penyakit tersebut, akan tetapi manusia belum dapat menemukan ilmu obat penyakit tersebut, atau Allah belum memberikan petunjuk kepada manusia untuk menemukan obat penyakit itu. Karena ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh manusia hanyalah sebatas yang diajarkan oleh Allah.

Oleh sebab itu, kesembuhan terhadap penyakit dikaitkan oleh Rasulullah dengan proses ‘kesesuaian’ obat dengan penyakit yang diobati. Karena setiap ciptaan Allah itu pasti ada artinya. Maka setiap penyakit pasti ada obat yang menjadi antinya agar penyakit itu sembuh. Oleh karena itu, kesembuhan terhadap penyakit dikaitkan oleh Rasulullah dengan proses ‘kesesuaian’ obat dengan penyakit yang diobati. Itu merupakan tambahan penjelasan, jadi yang diakui bukan hanya eksistensi obat untuk setiap penyakit. Karena kalau obat itu diberikan dengan cara yang salah atau diberikan dengan dosis yang berleihan, justru bisa menyebabkan munculnya penyakit lain.

Kalau dosisnya kurang, juga tidak bisa mengobati. Waktu yang tidak tepat, juga bisa menyebabkan obat tersebut tidak berfungsi. Apabila tubuh juga tidak mampu menerima obat tersebut, atau daya tahan tubuhnya kurang mendukung dalam mengonsumsi obat itu, atau ada pantangan yang dikonsumsi sehingga menghilangkan fungsi obat tersebut, kesembuhan juga tidak bisa dicapai, karena tida ada ‘kesesuaian’. Kalau benar-benar ada ‘kesesuaian’, panyakit pasti sembuh. Ini adalah penafsiran hadits yang paling tepat.

Kedua, bisa juga hadits itu secara lahir bersifat umum, tetapi maksutnya dalah khusus. Apalagi penyakit yang bisa masuk kategori ungkapan tersebut jauh lebih banyak dari yang tidak termasuk kategorinya. Karena ungkapan seperti itu ada dalam setiap bahasa. Sehingga atinya adalah, “Sesungguhnya setiap kali Allah menciptakan penyakit yang bisa disembuhkan, pasti Allah juga menciptakan obatnya.” sehingga tidak termasuk di dalamnya penyakit-penyakit yang memang tidak bisa disembuhkan.

Ungkapan itu sam dengan firman Allah terhadap angin yang Allah ciptakan untui menyerang kaum ‘Ad, “….menghancurkan segala sesuatu dengan peribtah dari Rabb-Nya….” (Al-Ahqaf: 25), yakni segala sesuatu dapat dihancurkan, sedangkan merupakan sifat angin adalah menghancurkannya. Banyak lagi contoh sejenisnya.

Siapa saja yang memperhatikan penciptaan segala sesuatu yang saling berlawanan di dunia ini, segala sesuatu yang saling mengalahkan, saling menolak dan saling menguasai (secara dialektis), pasti akan mengetahui secara kelas kemahasempurnaan kekuasaan Allah, kebijaksanaan dan kecanggihan hasil ciptaan-Nya, serta rububiyah, keesaan dan kekuatan Allah. Segala sesuatu selain Allah pasti ada lawannya, pasti ada yang menjadi antinya. Hanya Allah yang maha kaya yang tidak membutuhkan suatu apapun. Sementara selain Allah, pasti akan membutuhkan yang lain.

Dalam hadits-hadits shahih tersebut mengandung perintah untuk berobat, dan itu tidak bertentengan dengan tawakal. Sebagaimana hal-hal itu tidak bertentangan dengan menolak lapar, dahaga, panas dan dingin dengan hal-hal yang menjadi kebalikannya. Bahkan hakikat tauhid itu hanya sempurna dengan melakukan tuntutan bagi hukum sebab musabab, baik menurut ketentuan takdir-Nya maupun syariat-Nya.

Menolak hukum sebab akibat berarti melecehkan sikap tawakal itu sendiri, seperti hanya melecehkan perintah dan kebijaksanaan Allah serta melemahkannya, karena orang yang menolak hukum sebab akibat seolah-olah berkata, “Meninggalkan hukum sebab akibat itu lebih memperkuat tawakal.” Padahal meninggalkan hukum sebab akibat itu justru menandakan sikap lemah yang bertentangan dengan ytawakal. Karena hakikat tawakal adalah bersandarnya hati kepada Allah untuk mendapatkan hal yang berguna bagi diri si hamba dan menolak hal-hal yang berbahaya dalam urisan dunia dan akhirat. Namun penyandaran itu harus diiringi dengan melakukan ikhtiar. Bila tidak, makan berbarti menetang kebijaksanaan dan syariat Allah. Jangan sampai seorang hamba menjadikan kelemahannya sebagai satu kelemahan.

sumber: http://terapimuslim.com/setiap-penyakit-ada-obatnya

0 komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

 
Lensa @ kesadaran © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger Shared by Themes24x7
Top