photo 1798095_10200699501448464_1171711221_n_zpsmnk0iyem.jpg

Alkisah, seorang lelaki keluar dari pekarangan rumahnya, berjalan tak tentu arah dengan rasa putus asa. Sudah cukup lama ia menganggur.

Kondisi finansial keluarganya morat-marit. Sementara para tetangganya sibuk memenuhi rumah
dengan barang-barang mewah, ia masih bergelut memikirkan cara memenuhi
kebutuhan pokok keluarganya sandang dan pangan.

Anak-anaknya sudah lama tak dibelikan pakaian, istrinya sering marah-marah
karena tak dapat membeli barang-barang rumah tangga yang layak. Laki-laki itu
sudah tak tahan dengan kondisi ini, dan ia tidak yakin bahwa perjalanannya kali
inipun akan membawa keberuntungan, yakni mendapatkan pekerjaan.




Ketika laki-laki itu tengah menyusuri jalanan sepi, tiba-tiba kakinya
terantuk sesuatu. Karena merasa penasaran ia membungkuk dan mengambilnya.
“Uh, hanya sebuah koin kuno yang sudah penyok-penyok,” gerutunya kecewa.
Meskipun begitu ia membawa koin itu ke sebuah bank.
“Sebaiknya koin in Bapak bawa saja ke kolektor uang kuno,” kata teller itu memberi
saran. Lelaki itu pun mengikuti anjuran si Teller, membawa koinnya ke kolektor.
Beruntung sekali, si Kolektor menghargai koin itu senilai 30 dollar.

Begitu senangnya, lelaki tersebut mulai memikirkan apa yang akan dia lakukan
dengan rejeki nomplok ini. Ketika melewati sebuah toko perkakas, dilihatnya
beberapa lembar kayu sedang diobral. Dia bisa membuatkan beberapa rak untuk
istrinya karena istrinya pernah berkata mereka tak punya tempat untuk menyimpan
jambangan dan stoples. Sesudah membeli kayu seharga 30 dollar, dia memanggul
kayu tersebut dan beranjak pulang.

Di tengah perjalanan dia melewati bengkel seorang pembuat mebel. Mata
pemilik bengkel sudah terlatih melihat kayu yang dipanggul lelaki itu. Kayunya indah, warnanya bagus, dan mutunya terkenal. Kebetulan pada waktu itu
ada pesanan mebel. Dia menawarkan uang sejumlah 100 dollar kepada lelaki itu.
Terlihat ragu-ragu di mata laki-laki itu, namun pengrajin itu meyakinkannya dan
dapat menawarkannya mebel yang sudah jadi agar dipilih lelaki itu. Kebetulan di
sana ada lemari yang pasti disukai istrinya. Dia menukar kayu tersebut dan
meminjam sebuah gerobak untuk membawa lemari itu. Dia pun segera
membawanya pulang.

Di tengah perjalanan dia melewati perumahan baru. Seorang wanita yang sedang
mendekorasi rumah barunya melongok keluar jendela dan melihat lelaki itu
mendorong gerobak berisi lemari yang indah. Si wanita terpikat dan menawar
dengan harga 200 dollar. Ketika lelaki itu nampak ragu-ragu, si wanita menaikkan
tawarannya menjadi 250 dollar. Lelaki itupun setuju. Kemudian mengembalikan
gerobak ke pengrajin dan beranjak pulang.

Di pintu desa dia berhenti sejenak dan ingin memastikan uang yang ia terima. Ia
merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai 250 dollar. Pada saat itu
seorang perampok keluar dari semak-semak, mengacungkan belati, merampas
uang itu, lalu kabur.

Istri si lelaki kebetulan melihat dan berlari mendekati suaminya seraya berkata,
“Apa yang terjadi? Engkau baik saja kan? Apa yang diambil oleh perampok tadi?”
Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, “Oh, bukan apa-apa. Hanya sebuah
koin penyok yang kutemukan tadi pagi”
.

(Adaptasi dari The Healing Stories karya GW Burns.)


 Bila Kita sadar kita tak pernah memiliki apapun, kenapa harus tenggelam dalam
kepedihan yang berlebihan?
Sebaliknya, sepatutnya kita bersyukur atas segala yang telah kita miliki, karena ketika datang & pergi kita tidak membawa apa-apa.

Menderita karena melekat. Bahagia karena melepas.
Karena demikianlah hakikat sejatinya kehidupan, apa yang sebenarnya yang kita punya dalam hidup ini?
Tidak ada, karena bahkan napas saja bukan kepunyaan kita dan tidak bisa kita genggam selamanya.
Hidup itu perubahan dan pasti akan berubah.
Saat kehilangan sesuatu, kembalilah ingat bahwa sesungguhnya kita tidak punya apa-apa.
Jadi"kehilangan" itu tidaklah nyata dan tidak akan pernah menyakitkan.
Kehilangan hanya sebuah tipuan pikiran yang penuh dengan ke"aku"an.
Ke"aku"an itulah yang membuat kita menderita.
Rumahku, hartaku, istriku, suami ku, anakku.
Lahir tidak membawa apa-apa, meninggal pun sendiri, tidak bawa apa-apa dan tidak ngajak siapa-siapa.






Sesungguhnya semua milik Yang Maha Kuasa dan sesungguhnya semua akan kembali kepadaNya..

0 komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

 
Lensa @ kesadaran © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger Shared by Themes24x7
Top