Kata orang, rezeki itu bisa datang
sendiri, apalagi kalau sudah menikah. Buktinya, sudah 3 tahun ia menikah
dan dikarunia dua orang anak, ia masih tetap hidup luntang-lantung tak
menentu.
Benar, keluarganya tidak pernah kelaparan
sebab tidak ada makanan. Namun kalau terus-terusan hidup kepepet dan
tidak punya pekerjaan, rasanya tidak ada kebanggaan diri.
Ia pun datang kepada Kyai Ahmad untuk
minta sumbang saran. Kalau boleh sekaligus minta do’a dan pekerjaan
darinya. Terus terang, ia sendiri kagum dengan sosok Kyai Ahmad yang
amat bersahaja. Tidak banyak yang ia kerjakan, namun dengan anak 9
orang, sepertinya mustahil bila ia tidak pusing memikirkan nafkah
keluarga. Tapi nyatanya, sampai sekarang Kyai Ahmad tetap sumringah di
mata Fadlan. Tidak pernah ia lihat Kyai Ahmad bermuka muram seperti
dirinya. Makanya hari itu, Fadlan datang untuk meminta nasehat kyai
tersebut.
“Hidup ini adalah adegan. Kita hanya
wayang, sementara dalangnya adalah Gusti Allah! Jadi, manusia itu hidup
karena disuruh ‘manggung’ oleh Dalangnya!” Kyai Ahmad membuka penjelasan
dengan sebuah ilustrasi ringan.
“Gak mungkin… kalau wayang itu manggung
sendiri. Pasti, ia dimainkan oleh Dalang. Sementara selama di panggung,
pasti Dalang akan memperhatikan nasib wayang itu! Begitu juga manusia…
gak mungkin dia hidup di dunia, tanpa diperhatikan segala kebutuhannya
oleh Gusti Allah! Sudah paham belum kamu, Fadhlan?!” Kyai Ahmad
mengakhiri penjelasannya dengan sebuah pertanyaan.
“Tapi pak kyai…, kalau Gusti Allah benar
menjamin hidup hamba-Nya… kenapa hidup saya seperti sia-sia begini ya…
nyari nafkah saja kok susah!” Fadlan menyampaikan keluhnya.
“Oh… itu karena kamu belum datang kepada
Gusti Allah. Kalau kamu datang kepada Gusti Allah, hidupmu gak bakal
sia-sia!” Kyai Ahmad menambahkan.
Fadhlan belum mengerti betul apa maksud
sebenarnya dari kata ‘datang kepada Allah’, ia pun menanyakan gambaran
kongkrit tentang hal itu kepada Kyai Ahmad.
Dengan santai Kyai Ahmad menjelaskan,
“Fadlan…, semua masalah di dunia ini bakal selesai asal kita datang
kepada Allah. Banyak di dunia ini orang yang bermasalah, punya hutang
segunung, rezeki sulit, ditimpa berbagai macam penyakit, kemiskinan,
kelaparan dan lain-lain… Itu disebabkan karena mereka tidak datang
kepada Allah. Kalau saja mereka datang kepada Allah, maka segala masalah
mereka terselesaikan!”
“Apakah hanya sesederhana itu, pak Kyai?”
Fadlan bertanya dengan nada penasaran. “Ya, hanya sesederhana itu!” Pak
kyai menegaskan.
Pak Kyai bercerita, “Pernah terjadi di
Rusia di sebuah negeri yang terkenal atheis, seorang pria pergi ke
tukang cukur. Saat rambutnya dicukur, ia terserang kantuk. Kepalanya
mulai mengangguk-angguk karena kantuk. Tukang cukur merasa kesal, namun
untuk membangunkan pelanggannya, si tukang cukur mulai bicara:
‘Pak, apakah bapak termasuk orang yang percaya tentang adanya Tuhan?’Pelanggan menjawab, ‘Ya, saya percaya adanya Tuhan!’
Agar pembicaraan tak terhenti, si tukang cukur menimpali,
‘Saya termasuk orang yang tidak percaya kepada Tuhan!’
‘Apa alasanmu?’ pelanggan melempar tanya.
‘Kalau benar di dunia ini ada Tuhan, dan
sifat-Nya adalah Maha Pengasih dan Maha Penyayang, menurut saya tidak
mungkin di dunia ada orang yang punya banyak masalah, terlilit hutang,
terserang penyakit, kelaparan, kemiskinan dan lain-lain. Ini khan bukti
sederhana bahwa di dunia ini tidak ada Tuhan!’ tukang cukur berbicara
dengan cukup lantang.
Si pelanggan terdiam. Dalam hati, ia
berpikir keras mencari jawaban. Namun sayang, sampai cukuran selesai pun
ia tetap tidak menemukan jawaban. Maka pembicaraan pun terhenti.
Sementara si tukang cukur tersenyum sinis, seolah ia telah memenangkan
perdebatan.
Akhirnya, saat cukuran itu selesai, si
pelanggan bangkit dari kursi dan ia berikan ongkos yang cukup atas jasa
cukuran. Tak lupa, ia berterima kasih dan pamit untuk meninggalkan
tempat. Namun dalam langkahnya, ia masih tetap mencari jawaban atas
perdebatan kecil yang baru ia jalani.
Saat berdiri di depan pintu barber shop,
ia tarik tungkai pintu kemudian hendak melangkahkan kakinya keluar….
saat itu Allah Swt mengirimkan jawaban padanya.
Matanya tertumbuk pada seorang pria gila yang berparas awut-awutan. Rambut panjang tak terurus, janggut lebat berantakan.
Demi melihat hal sedemikian, pintu barber
shop yang tadi telah ia buka maka ditutup kembali. Ia pun datang lagi
kepada tukang cukur dan berkata, ‘Pak, menurut saya yang tidak ada di
dunia ini adalah TUKANG CUKUR!’ Merasa aneh dengan pernyataan itu,
tukang cukur balik bertanya, ‘Bagaimana bisa Anda berkata demikian.
Padahal baru saja rambut Anda saya pangkas!’
‘Begini pak, di jalan saya dapati ada
orang yang kurang waras. Rambutnya panjang tak terurus, janggutnya pun
lebat berantakan. Kalau benar di dunia ini ada tukang cukur, rasanya
tidak mungkin ada pria yang berperawakan seperti itu!’ si pelanggan
menyampaikan penjelasannya.
Tukang cukur tersenyum, sejenak kemudian
dengan enteng ia berkata, ‘Pak… bukan Tukang Cukur yang tidak ada di
dunia ini. Masalah sebenarnya adalah pria gila yang Anda ceritakan tidak
mau hadir dan datang ke sini, ke tempat saya… Andai dia datang, maka
rambut dan janggutnya akan saya rapihkan sehingga ia tidak berperawakan
sedemikian!’
Tiba-tiba si pelanggan meledakkan suara,
‘Naaaahhhh…. itu dia jawabannya. Rupanya Anda juga telah menemukan
jawaban dari pertanyaan yang Anda lontarkan!’ ‘Apa maksudmu?’ si tukang
cukur tidak mengerti dengan pernyataan pelanggannya.
‘Anda khan bilang bahwa di dunia ini
banyak manusia yang punya masalah. Kalau saja mereka datang kepada
Tuhan, pastilah masalah mereka akan terselesaikan. Persis sama
kejadiannya bila pria gila tadi datang kemari dan mencukurkan rambutnya
kepada Anda!’”
Kyai Ahmad mengakhiri kisah yang ia sampaikan. Terlihat Fadlan menganggukkan kepala tanda mengerti.
“Jadi…, kamu hanya tinggal memohon saja apa yang kamu inginkan kepada Allah Swt., pasti Allah bakal berikan apa yang kamu pinta!” Kyai Ahmad berkata memberi garansi.
“Jadi…, kamu hanya tinggal memohon saja apa yang kamu inginkan kepada Allah Swt., pasti Allah bakal berikan apa yang kamu pinta!” Kyai Ahmad berkata memberi garansi.
0 komentar:
Posting Komentar